Pengajaran lillah atau mengajar “karena Allah” merupakan konsep mendalam dalam dunia pendidikan Islam yang menekankan ketulusan, kesadaran spiritual, dan pelayanan tanpa pamrih. Konsep ini, bila dianalisis lebih lanjut, memiliki kesamaan menarik dengan etika pendidikan dalam tradisi Quaker atau Religious Society of Friends. Quaker, meskipun berakar dari kekristenan Protestan, telah lama dikenal atas pendekatan pendidikan yang menekankan kejujuran, kesederhanaan, kedamaian, dan pelayanan terhadap sesama. Artikel ini menginvestigasi kontekstualisasi etika dan filosofi Quaker dalam praktik pengajaran lillah, serta mencari titik temu dan potensi integrasi keduanya dalam konteks pendidikan lintas nilai.
Filosofi Pendidikan Quaker
Quaker mengusung prinsip bahwa “ada cahaya Tuhan dalam setiap manusia.” Keyakinan ini mendasari pendekatan pendidikan mereka yang inklusif, menghormati martabat individu, dan mendorong pertumbuhan spiritual serta moral peserta didik. Sekolah-sekolah Quaker, seperti https://www.lightenupyoga.com/ Friends Schools di Amerika dan Inggris, menekankan pada pendidikan holistik yang tidak hanya mengejar kecerdasan intelektual, tetapi juga pembentukan karakter melalui nilai-nilai seperti integritas (integrity), kesederhanaan (simplicity), kesetaraan (equality), dan komunitas (community).
Makna Lillah dalam Pendidikan Islam
Dalam konteks Islam, lillah bermakna melakukan segala sesuatu semata-mata karena Allah, tanpa mengharapkan imbalan duniawi. Seorang guru yang mengajar lillah memandang tugasnya sebagai amanah, bentuk ibadah, dan kontribusi terhadap peradaban. Nilai ini menuntut keikhlasan, komitmen terhadap kebenaran, serta tanggung jawab moral yang mendalam. Pendidikan bukan hanya alat transmisi ilmu, melainkan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyebarkan rahmat-Nya kepada sesama.
Titik Temu: Quaker dan Lillah
Meski berasal dari latar belakang religius yang berbeda, etika Quaker dan pengajaran lillah memiliki kesamaan dalam esensi. Keduanya:
- Menempatkan nilai spiritual di pusat pendidikan – Quaker melihat pendidikan sebagai sarana untuk mengenali “cahaya Tuhan dalam diri,” sementara Islam melihat ilmu sebagai jalan menuju pengenalan terhadap Allah.
- Menekankan pelayanan dan ketulusan – Seorang guru Quaker mengajar untuk membentuk karakter dan memperkuat komunitas, sejajar dengan guru Muslim yang mengajar lillah untuk membangun insan kamil (manusia sempurna).
- Menolak komersialisasi ilmu – Dalam kedua tradisi, ilmu bukanlah komoditas, tetapi amanah suci yang harus ditransmisikan dengan kejujuran dan tanggung jawab moral.
Konteks Pendidikan Modern: Relevansi dan Tantangan
Di era modern, pendidikan semakin dikomersialisasikan dan dikendalikan oleh logika pasar. Profesionalisme guru seringkali diukur oleh target, sertifikasi, dan akreditasi formal, bukan oleh nilai moral atau spiritual. Dalam situasi ini, baik etika Quaker maupun semangat lillah menjadi alternatif yang menyeimbangkan sistem pendidikan yang terlalu teknokratik.
Namun, tantangan utama adalah bagaimana mentransformasi nilai-nilai ini ke dalam sistem yang sekuler dan terstandardisasi. Dibutuhkan pendekatan interdisipliner dan lintas agama yang tidak hanya menghargai keberagaman, tetapi juga menggali nilai-nilai spiritual universal yang mendukung kualitas pendidikan.
Filosofi dan etika Quaker dalam pendidikan memberikan jendela baru untuk memahami dan memperkaya makna pengajaran lillah dalam Islam. Kedua pendekatan menekankan pentingnya ketulusan, kesadaran spiritual, dan pelayanan kepada sesama. Dalam konteks global dan lintas budaya, dialog antara nilai-nilai Quaker dan Islam bukan hanya mungkin, tetapi juga sangat relevan dalam merancang model pendidikan yang lebih manusiawi, etis, dan berorientasi pada pengembangan holistik manusia.